Selasa, 14 Mei 2013


PENDAHULUAN
I.1.    Sejarah Proses
Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Dahulu kala cuka dihasilkan oleh berbagai bakteri penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur.
Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama. Pada abad ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris , yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa , sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi.
Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir Ibnu Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli kimia Prancis Pierre Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.
Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi melalui elektrolisis menjadi asam asetat.
Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.
            Sekarang ini, asam asetat diproduksi baik secara sintetis maupun secara fermentasi bakteri. Produksi asam asetat melalui fermentasi hanya mencapai sekitar 10% dari produksi dunia utamanya produksi cuka makanan. Aturan  menetapkan bahwa cuka yang digunakan dalam makanan harus berasal dari proses biologis karena lebih aman bagi kesehatan.
Pembuatan asam asetat sintesis dalam skala industri lebih sering menggunakan metode karbonilasi methanol. Ada dua macam proses pembuatan asam asetat dalam pabrik yakni proses monsanto dan proses cativa. Proses monsanto menggunakan katalis kompleks Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]), sedangkan proses cativa menggunakan katalis iridium ([Ir(CO)2I2]) yang didukung oleh ruthenium.

I.2.    Spesifikasi Bahan Baku
I.2.1. Methanol
Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Ia merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan baku pembuatan asam asetat dengan metode karbonilasi methanol.
Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air.

Methanol
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Methanol
Nama lain
hydroxymethane
methyl alcohol
methyl hydrate
wood alcohol
carbinol
Sifat
CH3OH
32.04 g/mol
Penampilan
colorless liquid
0.7918 g/cm³, liquid
–97 °C, -142.9 °F (176 K)
64.7 °C, 148.4 °F (337.8 K)
Kelarutan dalam air
Fully miscible
Keasaman (pKa)
~ 15.5
0.59 mPa·s at 20 °C
1.69 D (gas)
Bahaya
Flammable (F)
Toxic (T)
11 °C

I.2.2. Iodida
Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi methanol menjadi metil iodide:
MaOH + HI                 MeI + H2O
Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]- sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]-

I.2.3. Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2])
   Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]) berperan sebagai katalis dalam proses pembuatan asam asetat dalam skala industri. Katalis ini sangat aktif sehingga akan memberikan reaksi dan distribusi produk yang baik. Struktur katalis kompleks Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2])  dapat dilihat seperti gambar berikut:
I.2.4. Iridium ([Ir(CO)2I2])
   Iridium ([Ir(CO)2I2]) berperan sebagai katalis dalam proses pembuatan asam asetat dalam skala industri.Penggunaan iridium memungkinkan penggunaan air lebih sedikit dalam campuran reaksi. Struktur katalis kompleks Ir[(CO)2I2]  dapat dilihat seperti gambar berikut:
I.3.    Spesifikasi Produk
Asam asetat yang jelas, cairan tak berwarna dengan rumus kimia C2H4O2. Memiliki titik leleh 62,06°F (16.7°C) dan mendidih pada 244,4°F (118°C), kerapatan 1,049g/mL pada 25oC dan flash point 390C. Dalam konsentrasi tinggi,asam asetat bersifat korosif, memiliki bau tajam dan dapat menyebabkan luka bakar pada kulit.
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.
Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120°C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni Dimer dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.
Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa. Contohnya adalah soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hampir semua garam asetat larut dengan baik dalam air. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:
Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)
NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)
Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, air dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol melalui reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat melalui substitusi nukleofilik.
Nama sistematis             :           Asam etanoat, Asam asetat
Nama alternatif             :           Asam metanakarboksilat
Asetil hidroksida           :           (AcOH)
Hidrogen asetat             :           (HAc) Asam cuka
Rumus molekul              :           CH3COOH
Massa molar                   :           60.05 g/mol
Densitas dan fase          :           1.049 g cm−3, cairan 1.266 g cm−3, padatan
Titik lebur                      :           16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)
Titik didih                      :           118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)
Penampilan                    :           Cairan tak berwarna atau kristal
Keasaman (pKa)            :           4.76 pada 25°C

I.4.    Kegunaan Asam Asetat
          Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

RANCANGAN PROSES

II.1. Reaksi / mekanisme reaksi
Teknologi pembuatan asam asetat mungkin yang paling beragam dari pembuatan semua bahan kimia organik industri. Ada beberapa teknik yang digunakan dalam pembuatan asam asetat, diantaranya ialah; karbonilasi methanol, sintesis gas metan, oksidasi asetaldehida, oksidasi etilena, oksidasi alkana, oksidatif fermentasi, dan anaerob fermentasi. Karbonilisasi methanol merupakan teknik yang umum digunakan dalam industri asam asetat dan menjadi teknik penghasil asam asetat lebih dari 65% dari kapasitas global.  Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui metode-metode alternatif.
1.      Karbonilisasi methanol
Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat
CH3OH + CO → CH3COOH
Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.
(1) CH3OH + HICH3I + H2O
(2) CH3I + CO → CH3COI
(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI
Ada dua macam proses pembuatan asam asetat dengan metode karbonilisasi methanol yakni proses monsanto dan proses cativa. Proses monsanto menggunakan katalis kompleks Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]), sedangkan proses cativa menggunakan katalis iridium ([Ir(CO)2I2]) yang didukung oleh ruthenium.
II.2.Kondisi Operasi Proses Monsanto
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh pabrik Perusahaan Monsanto di Texas City. Keunggulan dari metode ini ialah dapat dijalankan pada tekanan yang rendah. Bahan dasar dari pembuatan asam asetat menggunakan metode ini ialah methanol. Prinsip pembuatannya ialah methanol direaksikan dengan gas CO menghasilkan asam asetat difasilitasi katalis rhodium. Sebelumnya pembuatan asam asetat dengan teknik BASF dapat dilakukan dengan menggunakan katalis iodinepromoted kobalt, namun kurang efektif dalam hal biaya karena katalis ini bekerja pada tekanan tinggi yakni sekitar 7.500 lb/in2. Sedangkan katalis rhodium bekerja  pada tekanan antara 200 - 1800 lb/in2. Katalis rhodium menghasilkan asam asetat sampai 99 % sedangkan katalis iodinepromoted kobalt hanya sekitar 90 % saja. Mekanisme kerja proses monsanto berjalan dengan beberapa tahap,
1. Siklus katalitik konversi metanol menjadi metiliodida
CH3OH + HI                        CH3I + H2O
2.    Penambahan katalis Rh (I) kompleks (d8 segi empat planar) ke dalam metil iodida menghasilkan struktur baru koordinat 6 alkil rhodium (III) kompleks (d6). CH3I + [Rh-kompleks]
Mekanisme Reaksi Katalis
Katalis Carbonylation terdiri dari dua komponen utama yaitu rhodium kompleks yang larut dan iodida promotor. Hampir setiap sumber Rh dan I- akan bekerja dalam reaksi ini karena akan dikonversi menjadi katalis [Rh (CO)2I2]- di bawah kondisi reaksi. Struktur katalis [Rh(CO)2I2]- dapat dilihat seperti gambar berikut.
Katalis ini sangat aktif sehingga akan memberikan reaksi dan distribusi produk yang baik. Skema pembuatan dalam pabrik dapat dilihat seperti pada gambar berikut:
Proses yang terjadi ialah; pertama methanol dimasukkan dalam tangki reaktor dan direaksikan dengan HI. Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi methanol menjadi metil iodide:
MaOH + HI                 MeI + H2O
Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]- sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]- (Gambar 2). Kemudian dengan cepat CO pindah berikatan dengan CH3 membentuk kompleks seperti pada gambar 3. Setelah itu direaksikan dengan karbon monoksida, dimana gas CO berkoordinasi sebagai ligan dalam kompleks Rh, menjadi rhodium-alkil kemudian membentuk ikatan menjadi kompleks asil-rhodium (III) (Gambar 4). Dengan terbentuknya kompleks pada gambar 4 maka gugus CH3COI mudah lepas. Kompleks ini kemudian direduksi menghasilkan asetil iodide dan katalis rhodium yang terpisah. Ditangki ini bekerja suhu 1500C-2000C dan tekanan 30 atm- 60 atm. Asetil iodida yang terbentuk kemudian dihidrolisis dengan H2O menghasilkan CH3COOH dan HI.
iodiderecycle
Dimana HI yang terbentuk dapat digunakan lagi untuk mengkonversi methanol menjadi MeI yang akan masuk dalam proses reaksi dan melanjutkan siklus. Sedangkan asam asetat yang dihasilkan masuk dalam tangki pemurinian untuk dipisahkan dari pengotor yang mungkin ada seperti asam propionate. Pemurnian dilakukan dengan cara destilasi. Mekanisme reaksinya dapat dilihat pada gambar berikut:
 Monsantocycle

Gambar 5 The major unit comprising a commercial-scale Monsanto methanol operating plant, which uses a rhodium-based catalyst
II.3. Kondisi Operasi Proses Cativa
Proses Cativa adalah metode lain untuk produksi asam asetat oleh carbonylation dari metanol . Teknologi ini mirip dengan proses Monsanto hanya berbeda dalam penggunaan katalis. Proses ini didasarkan pada iridium yang mengandung katalis seperti kompleks Ir[(CO)2I2]. Proses ini pertama kali dikembangkan oleh BP Chemicals dan lisensi oleh BP Plc. Pada awalnya kajian Monsanto telah menunjukkan bahwa iridium kurang aktif dari rhodium untuk proses carbonylation metanol. Namun penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa katalis iridium bisa dipromosikan dengan bantuan ruthenium. Kombinasi ini menghasilkan sebuah katalis yang lebih unggul daripada sistem berbasis rhodium. Penggunaan iridium memungkinkan penggunaan air lebih sedikit dalam campuran reaksi. Dengan demikian dapat mengurangi jumlah kolom pengeringan yang diperlukan, mengurangi produk samping dan menekan gas air reaksi bergeser. Selain itu, proses ini  memungkinkan loading katalis yang lebih tinggi. Dibandingkan dengan proses Monsanto, proses Cativa menghasilkan asam propionat sangat kecil dalam produk.
Struktur katalis kompleks Ir[(CO)2I2]  dapat dilihat seperti gambar beriktut:

Proses reaksi dalam tangki dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:
400px-Cativa-process-catalytic-cyclek
Pertama methanol direaksikan dengan asam iodide menghasilkan Metil Iodida. Setelah itu, metal iodida masuk dalam tangki reaktor bereaksi sengan katalis kompleks iridium (gambar 1) membentuk [Ir(CO)2I3CH3]- (gambar 2), setelah terbentuk struktur ini dengan cepat direaksikan dengan gas CO sehingga I- akan keluar dari kompleks digantikan CO sehingga terbentuk kompleks baru [Ir(CO)3I] (gambar 3), struktuir ini kurang stabil sehingga untuk menstabilkan CO di mutasi berikatan dengan CH3 (gambar 4). Gugus CH3CO pada kompleks mudah lepas, sehingga dengan adanya ion I- di sekitar kompleks menyebabkan gugus CH3CO lepas dari kompleks dan bereaksi dengan I- membentuk CH3COI.  Senyawa CH3COI ini kemudian dihidrolisis menghasilkan asam asetat (CH3COOH) dan asam halida (HI). Dimana HI yang terbentuk ini ditarik lagi masuk dalam siklus bereaksi dengan methanol membentuk Metil Iodida yang akan bereaksi lagi dengan katalis. Asam asetat yang terbentuk belum murni. Untuk memisahkan asam asetat dari pengotor maka dilakukan destilasi.  Mekanisme pembuatan asam asetat dalam pabrik dengan proses Cativa dapat dipresentasikan seperti berikut ini.

II.4. Tinjauan Thermodinamika dan Kinetika dari proses produksi asam asetat dengan metode Monsato dan metode Cativa:
1)   Tinjauan Thermodinamika:
CH3OH + CO → CH3COOH
o  Karena  bernilai negatif, maka dapat diketahui reaksi bersifat eksotermis.
o  Sesuai dengan tinjauan Thermodinamika, pada reaksi eksotermis jika tekanan diperkecil maka reaksi akan berjalan ke arah reaktan (koefisien besar). Oleh karena itu tekanan harus diperbesar agar reaksi berjalan ke kanan.
o  Jika suhu dinaikkan maka reaksi akan berjalan ke arah reaktan, oleh karena itu suhu operasi harus diturunkan agar reaksi berjalan ke arah produk.
2)   Tinjauan Kinetika:
Sesuai dengan hukum Arrhenius:
k      = konstanta kecepatan reaksi
A    = frekuensi faktor tumbukan
E     = energi aktivasi dari reaksi
R     = konstanta gas ideal
       = 1.98 cal/gm-mol.oK
       = 1.98 Btu/lb-mol.oR
       = 82.06 cm3.atm/gm-mol.oK
T     = suhu reaksi
·      Sesuai hukum Arrhenius maka semakin tinggi suhu operasi maka semakin besar nilai konstanta kecepatan reaksi
·      Semakin besar nilai konstanta kecepatan reaksi, maka semakin cepat laju reaksinya sehingga semakin banyak produk yang dihasilkan
·      Sesuai dengan persamaan laju reaksi di atas, semakin besar konsentrasi reaktan maka semakin cepat laju reaksi pembentukan produk.
a.       Pemilihan Reaktor :
·      Jika jenis reaktor yang dipilih Batch
o  Semakin besar volume reaktan dalam reaktor maka semakin kecil laju kecepatan reaksi pembentukan produk. Secara molekular semakin besar volume reaktan dalam reaktor maka jarak antar molekul satu dengan yang lain akan semakin jauh sehingga frekuensi tumbukan antar reaktan akan semakin kecil.
·      Jika jenis reaktor yang dipilih Continue stirred tank reactor (CSTR)









Overall
Neraca Komponen
o  Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa semakin besar volume reaktor maka laju pembentukan produk akan semakin kecil. Namun penggunaan reaktor CSTR lebih efektif daripada reaktor batch, karena pada reaktor CSTR produk akan secara kontinyu dihasilkan sehingga akan mengurangi waktu tinggal reaktan dalam reaktor.
o  Waktu tinggal reaktan dalam reaktor yang terlalu lama dapat mengurangi hasil produksi suatu pabrik atau industri sehingga akan kurang menguntungkan bagi suatu industri.
























PENUTUP

1.      Kesimpulan
1.      Bahan dasar dari pembuatan asam asetat menggunakan metode monsato ialah methanol. Prinsip pembuatannya ialah methanol direaksikan dengan gas CO menghasilkan asam asetat difasilitasi katalis rhodium. Katalis rhodium bekerja  pada tekanan antara 200 - 1800 lb/in2.
2.      Proses Cativa adalah metode lain untuk produksi asam asetat oleh carbonylation dari metanol . Teknologi ini mirip dengan proses Monsanto hanya berbeda dalam penggunaan katalis. Proses ini didasarkan pada iridium yang mengandung katalis seperti kompleks Ir[(CO)2I2].
3.      Reaksi pembuatan asam asetat adalah reaksi eksotermis karena  bernilai negatif.
4.      Pada penggunaan reaktor batch dan kontinyu semakin besar volume maka kecepatan reaksi pembentukan produknya akan semakin kecil.
5.      Penggunaan reaktor CSTR lebih efektif daripada reaktor batch, karena pada reaktor CSTR produk akan secara kontinyu dihasilkan sehingga akan mengurangi waktu tinggal reaktan dalam reaktor.
6.      Waktu tinggal reaktan dalam reaktor yang terlalu lama dapat mengurangi hasil produksi suatu pabrik atau industri sehingga akan kurang menguntungkan bagi suatu industri.

2.      Saran
1.      Proses produksi asam asetat sebaiknya dilakukan pada tekanan besar dan suhu rendah.
2.      Industri asam asetat akan lebih baik jika menggunakan reactor CSTR.






Daftar Pustaka

Jones Jone H., The Cativa Process For The Manufacture Plant Of Acetic Acid Iridium Catalyst Improves Productivity In An Established Industrial Process. BP Chemicals Ltd., Hull Research &Technology Centre, Salt End, Hull HU12 8DS, U.K
                                        
Li Xuebing and Enrique Iglesia. The Synthesis of Acetic Acid from Ethane, Ethene, or Ethanol on Mo-V-Nb OxideDepartment of Chemical Engineering, University of California, Berkeley, CA 94720, USA

Roth J. F.  The Production of Acetic Acid Rhodium Catalysed Carbonylation Of Methanol. Monsanto Co., St. Louis, Missouri

Shakhashiri. 2008. Acetic Acid & Acetic Anhydride. General Chemistry.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar